Sarana Pendidikan dan Pembinaan Remaja NU yang Efektif
LANGGAR adalah bangunan ibadah tempat sholat ummat
Islam sejak masa para Wali Songgo, hingga sekarang masih dilestarikan oleh
orang NU atau warga nahdliyin. Model bangunan langgar umumnya terdiri dari:
ruang tempat sholat, dan srambi. Kadang-ladang ada gota’an (ruang untuk tidur
para pemuda, tak ubahnya seperti kamar hotel sekarang).Sedangkan bentuk
bangunan secara keseluruhan hampir mirif dengan
sanggar pamujan, yaitu
tempat ibadah orang Hindu.
Bedanya sanggar pamujan kalau dengan langgar, kalau
langgar semua ruangannya di sucikan, artinya kalau masuk langgar alas kakinya
dilepas, atau kakinya di isuh-i, maksudnya disiram dengan air, maka
dalam bangunan langgar ada jeding atau kamar mandi dan padasan atau tempat
berwudlu.Anak yang tidak memakai alas kaki disebut mitik artinya kakikinya
perperti kaki ayam/pitik, maka harus dibersihkan dengan air agar suci.Sehingga
semua aktifitas dalam langgar harus suci dan bersih.
Langgar, biasanya didirikan oleh seseorang yang sudah
memahami ilmu agama yang mumpuni, orang tersebut berperan sebagai pendidik,
pengayom dan pelindung masyarakat.Sebagai pendidik yang empunya langgar
akan mengajari msyarakat berbagai ilmu agama dan sekalidus menjadi contoh
pelaksanaannya, wujudnya beliau menjadi imam sholat wajib lima waktu. Selain
itu disela-sela waktu antara anshar dan magrip, magrip dengan isah maka
diadakan pengajian ilmu agama.Bahkan setelah sholat subuh juga diadakan ngaji
Qur’an. Nama sebuah langgar biasanya dinisbatkan dengan sang pendirinya,
misalnya langgar-re Mhah Haji Dullah, artinya langgar itu yang mendirikan
adalah Mhah Haji Abdullah, dan sebagainya.
Jadi keberadaan sebuah langgar bergantung seberapa hebatnya
para yang mendirikannya. Selanjutnya sebagai pengayom, para pendiri langgar itu
pada umumnya menguwasai berbagai bidang ilmu, misalnya ilmu social, ilmu
pertanian, ilmu perdagangan dan lainnya, yang alhirnya bisa menjadi rujukan dan
tempat bertanya dan mengadu bagi masyarakatnya. Sedangkan sebagai pelindung
masyarakat para perdiri langgar itu yang oleh masyarakat sekitarnya dijuluki
atau digelari KIAI.Kata Kiai dalam Kamus Bahasa Indonesia tertukis
dengan ki.ai mempunyai banyak arti dalam hal ini penulis ambil dua saja yaitu
satu kiai diartikan sebagai sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam ilmu
agama Islam) dan kedua sebutan bagi guru ilmu gaib (dukun dsb). Jadi secara
secara umum para kiai langgar itu adalah seseorang yang telah bisa dan mampu
menjadi contoh suri tauladan dalam menjalankan perintah agama (sehingga
dianugrahi karomah oleh Allah), negara dan yang tak kalah pentingnya mereka
mempunyai keahlian khusus, seperti tobib, yaitu orang yang menyembuhkan
penyakit, yang oleh mastarakat disebut dengan
suwuk, (artinya segala macam penyakit obatnya adalah air putih
dibacakan do’a/mantra lalu dituplan ke dalam segelas air putih kemudian
diminumkan kepada si sakit, semakin tinggi waham nya semakin mujarap jamunya
itu). Satu kelebihan yang hampir dimiliki oleh para pendiri langgar adalah ilmu
beladiri yang disebut pencak-silat, pencak olah raga, silat olah batin,
sehingga secara fisik sehat dan secara batin kuat atau jaduk/dikdaya, sebab
memiliki kedikdayaan.Hal-hal itulah yang akhirnya menjadikan langgar mempunyai ke-khas-an
tersendiri, misalnya langgar nya Mbah Haji Dullah terkenal dengan pencak
silatnya, sedangkan langgar nya Mbah Janun terkenal dengan diba’iyahnya atau
seni baca sholawat dll. Akhirnya para pendiri langgar itu menjadi tokoh agama
sekaligus tokoh masyarakat, disebut tokoh agama karena bisa menjadi teladan
dalam menjalankan ibadah agama Islam dan tokoh masyarakat karena bisa membantu
menyekesaikan dan mengatasi permasalahan masyarakat sekitarnya.
Fungsi dan Peran Langgar
Fungsi utama Langgar adalah sebagai tempat ibadah,
terutama sebagai tempat sambah-hyang, artinya sembah, itu
sama dengan menyembah atau memuja, sedang hyang maksudnya Yang
Maha Kuasa atauTuhan Allah, secara khusus yang dimaksudkan dengan sembahhyang
disini adalah sholat lima waktu. Sedangkan fungsi yang lain adalah sebagai
tempat berjuang menyiarkan atau mendakwahkan agama Islam.
Peran Langgar. Pada kurun waktu era sebelum tahun
70-an sampai dengan 80-an, yaitu masa kecil penulis dahulu, masih ada istilah Bocah
Langgaran. Bocah Langgaran artinya adalah anak remaja atau ABG ( Anak Baru
Gede ) sebutan kerennya jaman sekarang. Mereka hampir setiap saat berada di
langgar pagi, siang, sore dan malam. Langgar bagi mereka (bocah, cah langgaran)
hampir seperti base camps, atau markas, atau bahkan lebih dalam dari
arti markas itu sendiri, sebab di tempat langgar itu mereka bermain, belajar dan tidur lebih dari
itu adanya ikatan batin yang mendalam dengan langgar itu sendiri. Diasanya di
langgar itu juga se kelompok pemuda yang membina para remaja tersebut, yaitu
mengaji Al-Qur’an bahkan sampai ilmu agama yang lain seperti pasholatan, tareh,
fikih, tauhid, sholawatan dan pencak silat, sehingga langgar tersebut tak
ubahnya seperti ‘sekolahan’ yang kelasnya hanya dibatasi kelompok-kelompok
kecil saja tanpa adanya sekat seperti ruang kelas mereka. Para pemuda yang
mengajari anak remaja itu sebutannya adalah ‘Kang’ saja, misaknya Kang Mad,
Kang Un, Kang Ji dan lain sebagainya. Ini berarti betapa erat hubungan
mereka.Para remaja ini belajar biasanya setelah dhuhur atau luhur, setelah asar
atau ngasar, setelah magrip dan setelah isak atau ngisak. Setelah mereka
selesai belajar di malam hari biasanya
mereka tidur bersama di langgar itu.
Dari ilustrasi diatas Langgar berperan sekali dalam mendidik
anak, remaja, pemuda dan akhirnya tentu juga masyarakat dalam menjalankan
ajaran agama dan bermasyarakat.
Kondisi LanggarSaat Ini.
Perkembangan dan perubahan masyarakat saat ini juga turut
serta memberikan dampak terhadap keberadaan Langgar.Perubahan itu dimulai dengan
pergeseran nama, sebutan langgar sekarang hampir hilang, berubah menjadi
musolla, artinya tempat sholat, kemudian juga diikuti perubahan tata ruangnya,
yaitu tinggal ruang utama saja yaitu tempat sholat, taka da lagi srambi, yaitu
areal bebas untuk mengaji, bermain dan tidur, apalagi gota’an, tempat tidur
permanen sudah hilang sama sekali, dan juga bentuk bangunan secara keseluruhan
hampir sama yaitu bergaya timur tengah ditandai dengan adanya kubah yang
berbentuk bulat lonjong (maaf seperti proto tipe susunya orang Arab).
Sedangkan perubahan yang tragis lagi musolla hanya berfungsi
sebagai tempat sholat saja, tanpa kiai yang ada hanya imam sholat saja, sebab
musolla dibangun secara bersama-sama yaitu oleh panitia pembangunan. Disisi
lain memang tumbuh menjamur musolla, suara azan bergema melalui pengeras suara,
satu kampong bisa ada lebih dari satu musolla bahkan tiap Rt ada musollanya.
Tetapi sayangnya fungsi tempat markas perjuangan menyiarkan agama Isalam hampir
tidak nampak karena tidak adanya sang kiai nya. Kondisi ini diperparah lagi
dengan tidak adanya cah langgaran, Remaja Musolla hanya sebatas nama, ngajinya
yaaa sebatas aba, tatsa, saja. Ilmu agama yang lain misalnya ilmu tauhit,
fikih, tarih dll tidak ada yang mengajarkannya. Malah sekarang yang tampak ada
adalah anak embongan, atau anak jalanan dalam tanda petik anak punk
(anak punk adalah yang biasanya berpenampilan seperti artis, nyentrik, tapi
sesubgguhnya tidak kaya, hal ini nampak dari pakaiannya yang kusuh, kotor dan
dekil, boro-boro semerbak harum, seminggu nggak dicuci itu sudah biasa) anak
remaja yang sesungguhnya menjadi akset bangsa yang berguna malah tidak ada yang
membina.Mereka menjadi remaja yang tumbuh tanpa arah dan tuntunan yang
jelas.Mereka jelas berbeda dengan bocah langgar-an, bisa ngaji dan ngerti ilmu
agama dan bisa pencak silat untuk mempertahankan diri, sedangkan anak punk
hanya mengandalkan nyanyi dan jrang-jreng se kagu nyatusan (seratus rupiah) dan
senangnya mabuk dan tawuran saja.(Penulis pernah menjadi pendamping anak
jalanan, sehingga sedikit banyak telah pernah bergaul dengan mereka barang
sekejam, yaitu sekitar tiga tahun-an).
Penulis tak menutup mata, memang sekilas anak punk bisa cari
uang, se-hari bisa seratus ribu rupiah bahkan lebih dari itu, tetapi ada satu hal
penting yang dilupakan, yaitu umur atau usia yang tersia-siakan hanya untuk
senang-senang sementara saja. Sebab sesungguhnya tugas dan fungsi manusia
sebagai kholifah atau pemimpin yang bertugas memakmurkan bumi dan
mensejahterakan kehidupan jauh terlupakan.Ini adalah hal yang memprihatinkan
dan sekaligus mengenaskan.Tentu sebagai orang tua, kita merasa sedih melihat
kondisi anak-anak yang kurang mendapat pendidikan dan pengarahan tersebut.Hal
yang patut dipertanyakan adalah bagaimana langgar dan musolla sekarang ini
mampu berperan dalam pembinaan remaja masa kini, terutama menjawab fenomena
anak punk itu.
Kondisi langgar yang masih tersisa dimasyarakat NU khususnya
selayaknya tetap dilestarikan, kalau bisa tidak dirubah model dan bentuknya
sebab itu adalah warisan budaya yang bisa menjadi bukti sejarah, kalaupun
terpaksa dirubah, system pembinaannya yaaa dipertahankan.Semoga hal ini bisa
menjadi bahan renungan kita bersama. Amin.
Penulis : MK. Nur Habib